MAKALAH
SEJARAH PERADABAN ISLAM
PERADABAN
ISLAM MASA NABI MUHAMMAD SAW
(610-632
M)
Dosen
Pengampu: Alam Budi Kusuma, S.Pd.I., M.Pd.I
Oleh:
Sri Sayekti
NIM. 15812553
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM MASJID SYUHADA
YOGYAKARTA
2017
KATA
PENGANTAR
Alhamdulilllahirabbil ‘alamin. Puja dan
puji syukur selalu kami haturkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat limpahan
rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya, kami bisa menyelesaikan tugas
penyusunan makalah dengan judul “PERADABAN ISLAM MASA NABI MUHAMMAD SAW
(610-632 M).”
Kami
selaku penyusun makalah mengucapkan terima kasih kepada Bapak Alam
Budi Kusuma S. Pd. I., M. Pd. I., selaku dosen pengampu mata
kuliah Sejarah Peradaban Islam yang telah memberikan kepercayaan untuk membuat
makalah ini, serta orang tua yang senantiasa berdoa untuk kelancaran tugas
kami.
Penyusun
menyadari bahwa makalah yang dibuat masih banyak kekurangan dan tidak lepas
dari kesalahan. Dengan segala kerendahan hati, saran dan kritik yang membangun
sangat kami harapkan. Semoga makalah ini bisa memberikan suatu manfaat bagi
kami dan para pembaca serta dapat dijadikan referensi untuk penyusunan makalah
di waktu yang akan datang.
Yogyakarta, 26 Februari 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ………...…………………………………………………. i
DAFTAR
ISI ……………………………………………………………………. ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang …………………………………………………………. 1
B. Rumusan
Masalah ……………………………………………………… 1
C. Tujuan
Penulisan ……………………………………………………….. 1
BAB
II PEMBAHASAN
A. Peradaban
Arab Sebelum Islam ………………………………………… 2
B. Dakwah
Makkah Nabi Muhammad …………………………………… 4
C. Pembentuakan
Sistem Sosial di Makkah ……………………………… 5
D. Arti
Hijrah Nabi Ke Madinah ………………………………………….. 5
E. Dasar
Berpolitik Negeri Madinah ……………………………………… 6
F. Piagam
Madinah : Darussalam ………………………………………… 7
BAB
III PENUTUP
Kesimpulan ………………………………………………………………..... 9
DAFTAR PUSTAKA
…………………………………………………………. 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peradaban
Islam merupakan terjemahan dari kata Arab “al-Hadharah al-Islamiyyah” .
Kata ini juga sering diartikan dengan Kebudayaan Islam. Banyak penulis barat
yang mengidentikkan “kebudayaan” dan “peradaban” Islam dengan “kebudayaan” dan
“peradaban” Arab.
Kajian
tentang “peradaban” Islam sekarang ini sudah menganut pendapat bahwa kebudayaan
Islam tidak lagi satu, tetapi sudah terdapat beberapa “peradaban” Islam.
Sebelum
datangnya Islam, di negeri Arab sudah memiliki peradaban yang maju, mengingat
sudah 2000 tahun lamanya Jazirah Arab ketika itu merupakan jalur perdagangan
yang menghubungkan Syam dan Samudera Hindia. Salah satu contoh kebudayaan Arab
yang pernah ada yaitu didirikannya kerajaan Saba’ dan Himyar di Yaman. Selain
itu banyak syair-syair Arab yang digantungkan di Ka’bah sebagai penghormatan
bagi mereka yang membuat syair tersebut.
B. Rumusan Masalah
Menurut latar belakang di atas maka masalah
yang dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimana
Peradaban bangsa Arab sebelum Islam?
b. Bagaimana
strategi dakwah Nabi Muhammad SAW ketika di Mekah?
c. Apa
saja dasar berpolitik Nabi Muhammad SAW ketika di Madinah?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan makalah:
a. Untuk
mengetahui peradaban bangsa Arab sebelum Islam.
b. Untuk
mengetahui strategi dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW ketika di Mekah.
c. Untuk
mengetahui dasar politik negeri Madinah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peradaban Arab Sebelum Islam
Masa
sebelum lahir Islam disebut zaman jahiliyah. Zaman ini dibagi menjadi dua
periode, jahiliyah pertama dan jahiliyah kedua. Jahiliyah pertama meliputi masa
yang sangat panjang, tetapi tidak banyak diketahui tentang hal ihwalnya. Adapun
jahiliyah kedua terjadi kira-kira 150 tahun sebelum Islam lahir. Kata jahiliyah
berasal dari kata jahl lawan dari hilm bukan jahl lawan
dari ‘ilm. Bangsa Arab sebelum Islam sudah mengenal dasar-dasar beberapa
cabang ilmu pengetahuan, bahkan dalam hal seni sastra mereka telah mencapai
tingkat kemajuan yang pesat. Akan tetapi, karena kemerosotan moral, maka label
jahiliyah diberikan kepada mereka.
Bangsa
Arab adalah penduduk asli jazirah Arab. Bangsa Arab termasuk rumpun bangsa
Semit yakni keturunan Sam ibn Nuh, serumpun dengan bangsa Babilonia, Kaldea,
Asyuria, Ibrani, Phunisia, Aram dan Habsyi. Bangsa Arablah satu-satunya rumpun
Semit yang tersisa, sedangkan sebagian besar yang lain sudah lenyap.
Dari
segi pemukiman, bangsa Arab dibedakan atas ahl al-badwi dan ahl
al-hadlar. Kaum Badui adalah penduduk padang pasir. Mereka hidup nomaden
dan bermatapencaharian sebagai peternak kambing, biri-biri, kuda dan unta.
Dengan kehidupan kaum Badui yang nomaden maka meraka tidak banyak peluang untuk
membangun kebudayaan. Karenanya, sejarah tentang mereka tidak diketahui secara
jelas dan tepat. Ahl al-hadlar adalah penduduk yang sudah bertempat
tinggal tetap. Mereka hidup dari berdagang, bercocok tanam, dan industri.
Berbeda dengan kaum Badui, mereka memiliki peluang untuk membangun kebudayaan,
sebagaimana yang dilakukan oleh penduduk Yaman dan penduduk di kota-kota lain
di bagian utara.
Dalam
struktur masyarakat Arab terdapat kabilah sebagai intinya. Kabilah merupakan
organisasi keluarga besar yang biasanya hubungan antara anggota-anggotanya
terikat oleh pertalian darah (nasab). Namun adakalanya hubungan itu
terjalin karena ikatan perkawinan, suaka politik atau karena sumpah setia.
Sebuah kabilah dipimpin oleh seorang kepala yang disebut syaikh al-qabilah.
Solidaritas kesukuan atau ‘ashabiyah qabilah dalam kehidupan masyarakat
sebelum Islam terkenal amat kuat. Mereka suka berperang, sehingga peperangan
antar suku sering terjadi. Akibat peperangan yang terus menerus, kebudayaan
mereka tidak berkembang.
Lain
halnya penduduk yang mendiami pesisir jazirah Arab, mereka sudah berbudaya dan
sejarah tentang mereka dapat diketahui lebih jelas. Mereka mampu membuat
alat-alat dari besi, bahkan mendirikan kerajaan-kerajaan. Jazirah Arab ketika
itu merupakan jalur perdagangan yang menghubungkan Syam dan Samudera Hindia.
Melihat bahasa dan hubungan dagang, Leboun berkesimpulan, tidak mungkin bangsa
Arab tidak pernah memiliki peradaban yang tinggi, apalagi hubungan dagang itu
berlangsung selama 2000 tahun. Ia yakin, bahwa bangsa Arab pernah memberikan
sumbangan kebudayan pada peradaban dunia sebelum kembali bangkit pada masa
Islam. Misalnya Golongan Qahthaniyun (keturunan Qahthan), yang telah
mendirikan kerajaan Saba’ dan kerajaan Himyar di Yaman.
Mengenai
agama pra-Islam, sebagian besar bangsa Arab jahiliyah adalah penyembah berhala.
Setiap kabilah memiliki patung sendiri, sehingga terdapat 360 berhala di dalam
Ka’bah. Ada 4 berhala yang terkenal milik kabilah Quraisy, yakni Lata, Uzza,
Manah dan Hubal. Selain penyembah berhala, ada beberapa kabilah yang tergolong shahibah
atau penyembah binatang, penyembah jin, di samping mereka yang percaya
bahwa malaikat adalah anak-anak perempuan Tuhan.
Di
kalangan penduduk Hirah dan Ghassasinah tersebar agama Nasrani melalui
Bizantium, demikian pula di Najran agama ini masuk melalui Habsyi. Pusat
agama-agama Yahudi terdapat di Taima, Wadi al-Qura, Fadk, Khaibar dan Yatsrib.
Di bagian timur jazirah Arab yang berbatasan dengan Persia tersebar agama
Majusi.
Bangsa
Arab Jahiliyah memiliki beberapa pasar tempat mereka berkumpul untuk melakukan
transaksi jual beli dan membacakan syair. Pasar-pasar itu terletak di dekat
Mekah, diantaranya Ukaz, Majinnah dan Dzul Majaz. Kabilah Quraisy terkenal
sebagai pedagang yang menguasai jalur niaga Yaman-Hijaz-Syria. Mereka juga
mendominasi perdagangan lokal dengan memanfaatkan kehadiran para peziarah
Ka’bah, terutama pada musim haji.
Dalam
kehidupan bangsa Arab, sastra memiliki arti yang sangat penting. Mereka
mengabadikan peristiwa dalam syair yang diperlombakan setiap tahun di pasar
seni Uzkaz, Majinnah, dan Dzul Majaz. Bagi yang memiliki syair yang bagus, ia
akan diberi hadiah, dan mendapatkan kehormatan bagi suku dan kabilahnya serta
syairnya digantung di Ka’bah.
Dalam
bidang politik, sudah sejak lama sebelum Islam Ka’bah selalu dikunjungi oleh
bangsa Arab dari seluruh penjuru jazirah untuk melaksanakan ibadah haji. Oleh
karena itu, di Mekah berdirilah pemerintahan untuk melindungi jamaah haji dan
menjamin keamanan serta keselamatan mereka. Ditentukan pula kesepakatan
larangan berperang di kota itu, di samping larangan berperang di bulan-bulan
tertentu. Beberapa kabilah yang pernah menguasai Mekah antara lain Amaliqah,
Jurhum, Khuza’ah dan yang terakhir adalah Quraisy.
B. Dakwah Makkah Nabi Muhammad SAW
Nabi
Muhammad SAW melaksanakan risalahnya selama 13 tahun di Mekah dan 10 tahun di
Madinah. Dakwah dalam periode Mekah ditempuh tiga tahap. Tahapan pertama adalah
dakwah secara diam-diam. Yang menjadi dasar adalah Surat Al-Muddatstsir ayat
1-7. Dalam tahapan ini Nabi Muhammad SAW mengajak keluarga yang tinggal serumah
dan sahabat-sahabat terdekatnya agar meninggalkan agama nenek moyang dan
beribadah hanya kepada Allah SWT. Dalam fase ini yang pertama kali beriman
adalah Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haristah. Dari kalangan sahabat,
Abu Bakarlah yang sesegera menyatakan keimanannya, kemudian diikuti Ustman bin
Affan, Zubar bin Awam, Saad bin Abi Waqqas, Thalhah bin Jarrah, Arqam bin Abi
al-Arqam, Bilal bin Rabah dan beberapa penduduk Mekah lainnya. Nabi Muhammad
SAW mengajarkan Islam di rumah Arqam bin Abi al-Arqam.
Tahap
kedua adalah dakwah semi terbuka. Yang menjadi sasaran utama yakni Bani Hasyim.
Sesudah itu Nabi Muhammad SAW memperluas jangkauan seruannya kepada seluruh
penduduk Mekah setelah turun ayat 15 Surat Al-Hijr. Langkah ini menandai
dimulainya tahap ketiga yakni dakwah secara terang-terangan. Sejak saat itu
Islam mulai menjadi perhatian dan pembicaraan penduduk Mekah.
Pokok
ajaran yang disampaikan ketika Nabi Muhammad SAW di Mekah berkaitan dengan
keimanan, akhlak, kabar gembira tentang surga, peringatan adanya siksa neraka,
persamaan hak dan martabat manusia.
C. Pembentukan Sistem Sosial di Makkah
Masyarakat Mekah, baik nomadik maupun yang menetap hidup dalam kesukuan
Badui. Organisasi dan identitas sosial berakar pada keanggotaan dalam suatu
rentang komunitas yang luas. Kelompok beberapa keluarga membentuk kabilah (clan)
dan dipimpin oleh seorang syekh. Mereka sangat menekankan hubungan kesukuan
sehingga kesetiaan atau solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu
kabilah atau suku. Mereka suka berperang. Karena itu, peperangan antar suku
sering terjadi.
Berperang rupanya sudah menjadi tabiat yang mendarah daging dalam diri
orang Arab. Dalam masyarakat yang suka berperang tersebut, nilai wanita menjadi
sangat rendah. Meskipun kaum Badui memiliki pemimpin, namun mereka hanya tunduk
kepada syekh/amir itu dalam hal yang berkaitan dengan peperangan, pembagian
harta rampasan dan pertempuran tertentu. Di luar itu, syekh tidak kuasa
mengatur anggota kabilah.
D. Arti Hijrah Nabi ke Madinah
Setelah
mendapat wahyu dari Allah SWT untuk menyampaikan dakwah secara terang-terangan,
yaitu QS. Al-Hijr ayat 94-95. Dakwah secara terang-terangan ini mendapat reaksi
keras dari para pemuda dan tokoh Quraisy. Reaksi keras yang dilakukan antara
lain berupa; ejekan, hinaan, hasutan, ancaman, dan penganiayaan secara fisik.
Reaksi keras yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy disebabkan oleh pemikiran
mereka yang beranggapan bahwa ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW bertentangan
dengan kepercayaan dan kebiasaan sehari-hari.
Nabi
Muhammad SAW tetap tabah dan sabar dalam menghadapi orang-orang Quraisy. Bahkan
dakwah yang dilakukan beliau semakin terang-terangan dan meluas ke wilayah
lain. Menghadapi sikap Nabi Muhammad SAW tersebut orang-orang Quraisy semakin
marah dan berencana membunuh Nabi Muhammad SAW. Rencana tersebut dilakukan
Menjelang Nabi Muhammad SAW akan hijrah ke Madinah. Atas pertolongan Allah SWT,
Nabi Muhammad SAW selamat dari percobaan pembunuhan. Dan kemudian beliau hijrah
ke Madinah.
E. Dasar Berpolitik Negeri Madinah
Dalam
perjalanannya ke Yatsrib Nabi Muhammad SAW ditemani Abu Bakar. Saat sampai di
Quba, desa yang jaraknya lima kilometer dari Yatsrib, Nabi Muhammad SAW
istirahat di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah Kalsum, Nabi Muhammad
SAW membangun masjid. Masjid tersebut berfungsi sebagai pusat peribadatan.
Penduduk Yatsrib sudah menunggu-nunggu ke datangan Nabi Muhammad SAW. Pada
tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun 1 H/ 27 September Nabi Muhammad SAW memasuki
kota Yatsib dan penduduk kota ini menyembut dengan penuh kegembiraan atas ke
datangan beliau. Sejak saat itu sebagai penghormatan terhadap Nabi Muhammad
SAW, nama kota Yatrib diubah menjadi Madinatun Nabi (kota Nabi) atau Madinatul
Munawwarah (kota yang bercahaya) atau lebih dikenal dengan nama Madinah.
Setelah
tiba di Madinah, Nabi Muhammad SAW resmi diangkat menjadi pemimpin kota
tersebut. Berbeda dengan periode Mekah, pada periode Madinah, Islam merupakan
kekuatan politik. Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru itu,
beliau segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar pertama,
pembangunan masjid, selain berfungsi sebagai tempat ibadah, masjid juga
berfungsi sebagai sarana untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan
jiwa mereka, di samping berfungsi sebagai tempat musyawarah.
Dasar
kedua, adalah ukhuwwah islamiyyah, persaudaraan antar kaum muslim. Nabi
Muhammad SAW mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Dengan demikian,
diharapkan setiap muslim merasa terikat dalam suatu persaudaraan dan
kekeluargaan berdasarkan agama, menggantikan hubungan persaudaraan berdasarkan
darah.
Dasar
ketiga, hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama
Islam. Agar stabilitas masyarakat dapat terwujud, Nabi Muhammad SAW mengadakan
perjanjian dengan mereka. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama
orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas dikeluarkan. Piagam ini dinamakan
‘Piagam Madinah’.
F. Piagam Madinah : Darussalam
Nabi
Muhammad SAW bukan hanya seorang nabi dan rasul, tetapi juga seorang ahli
politik. Kepiawaiannya dalam berpolitik ditunjukan dalam perjanjian damai
dengan penduduk non muslim Madinah. Dalam perjanjian itu titetapkan dan diakui
hak kemerdekaan tiap-tiap individu untuk memeluk dan menjalankan agamanya.
Setiap penduduk bertanggung jawab dan memikul kewajiban bersama untuk
menyelenggarakan keamanan dan membela serta mempertahankan negeri. Perjanjian
ini kemudian dikenal dengan ‘Piagam Madinah’.
Piagam
Madinah :
- Mengandungi 47 pasal
- 23 pasal membahas tentang hubungan di kalangan orang Islam dan tanggungjawab mereka
- 24 pasal lagi tentang tanggungjawab orang bukan Islam termasuk orang Yahudi terhadap negara Madinah
- Perlembagaan bertulis pertama yang menjadi asas kepada sebuah negara
Isi
Piagam Madinah:
1. Politik
·
Nabi Muhammad SAW
pemimpin di Madinah.
·
Baginda adalah
sebagai hakim yang menyelesaikan masalah yang timbul antara orang Islam dan
orang bukan Islam.
2. Agama
·
Masyarakat
Madinah bebas mengamalkan agama masing-masing.
·
Mereka bebas
mengamalkan adat mereka masing-masing selagi tidak bertentangan dengan Islam.
3. Sosial
·
Masyarakat
Madinah dianggap sebagai satu ummah dan mempunyai tanggungjawab yang sama
terhadap negara.
·
Masyarakat
Madinah tidak boleh saling bermusuhan.
4. Perundangan
·
Undang-undang
Islam dipakai secara menyeluruh tetapi peraturan kekeluargaan di dalam sesuatu
kabilah boleh diamalkan selagi tidak bertentangan dengan Islam.
5. Ekonomi
·
Kerjasama antara
masyarakat Madinah dituntut demi memajukan ekonomi negara.
·
Unsur penipuan
dan riba dihapuskan dalam sistem perniagaan.
6. Pertahanan
·
Semua anggota
masyarakat dikehendaki mempertahankan Madinah dari ancaman luar.
7. Kedudukan Yahudi
·
Keselamatan
orang bukan Islam (khususnya Yahudi) terjamin selagi mereka mematuhi
perlembagaan Madinah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sebelum
Islam datang bangsa Arab sudah menyumbangkan kebudayaannya kepada peradaban
dunia. Hal ini terjadi mengingat selama 2000 tahun jazirah Arab merupakan jalur
dagang Syam dan Samudera Hindia. Salah satu contoh kebudayaan Arab yang pernah
ada yakni dibangunnya kerajaan Saba’ dan Himyar di Yaman.
Peradaban
Islam pada Masa Nabi Muhamad SAW adalah masa bangkitnya peradaban bangsa Arab
yang sempat mundur akibat peperangan. Dalam membangun peradaban Islam banyak
lika-liku yang harus dilalui, salah satunya masalah saat dakwah Nabi Muhammad SAW. Dalam menjalankan
dakwahnya Nabi Muhammad melakukannya tiga fase/tahap pendakwahan. Pertama,
secara sembunyi-sembunyi. Kedua, semi terang-terangan, dan yang ketiga
terang-terangan.
Dalam
menjalankan dakwahnya Nabi Muhammad SAW banyak mengalami rintangan salah
satunya mendapat perlawanan dari bangsa Quraisy. Mereka bahkan memusuhi kaum
muslimin yang tidak mau meninggalkan agama yang dibawa Nabi SAW. Untuk
memperluas dakwah Nabi SAW hijrah ke Yatsrib (Madinah) dan di sana beliau
diterima penuh suka cita. Langkah awal saat Nabi Muhammad SAW menjadi pemimpin
di Madinah yaitu mendirikan Masjid Nabawi, mempersatukan kaum Muhajirin dan kau
Anshar, dan mengadakan perjanjian damai dengan masyarakan non Islam (Yahudi).
DAFTAR PUSTAKA
Guru, Tim Abdi. 2007. Ayo
Belajar Agama Islam SMP Jilid 1 untuk Kelas VII. Jakarta: PENERBIT
ERLANGGA.
Malik Sy, H. Maman A. dkk. 2005. PENGANTAR
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga.
Syaikh Shafiyyur-Rahman
Al-Mubarakfury. Ar-Rahiq al-Makhtum Bahtsun fi as-Sirah an-Nabawiyah ‘ala
Shahibina afdhal as-Shalat was-Salam. Atau SEJARAH HIDUP MUHAMMAD: Sirah
Nabawiyah. Terj. Rahmat. 2008. Jakarta: ROBBANI PRESS.
Yatim, Badri. 2000. SEJARAH
PERADABAN ISLAM. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sejarah.
Kandungan Piagam Madinah
From:
http://sejarah4561112s4b.blogspot.co.id/2012/07/kandungan-piagam-madinah.html (Di akses 22 Februari 2017, jam 17. 59)