Vibra Sayekty
Rabu, 26 Agustus 2020
Jumat, 08 Desember 2017
SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM [PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA ORDE LAMA]
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA ORDE LAMA
Makalah:
Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah
Sejarah Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Isnanita Noviya Andriyani, S. Pd. I., M. Pd. I.
Disusun Oleh:
Achsana Amalia 15812651
Faridah 16812682
Kholillah Khaeruddin 15812579
Rita Nurul Hikmah 15812559
Sri Sayekti 15812553
PROGRAM STUDI: PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM MASJID SYUHADA
YOGYAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
Puja dan puji
syukur selalu kami haturkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat limpahan rahmat,
taufik, hidayah serta inayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penyusunan
makalah dengan judul “PENDIDIKAAN ISLAM PADA MASA ORDE LAMA”.
Kami
selaku penulis makalah mengucapkan terima kasih kepada Ibu Isnanita Noviya
Andriyani, S. Pd. I., M. Pd. I., selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah
Pendidikan Islam yang telah memberikan kepercayaan untuk membuat laporan ini,
serta orang tua yang senantiasa berdoa untuk kelancaran tugas kami.
Penulis
menyadari bahwa makalah yang dibuat masih banyak kekurangan dan tidak lepas
dari kesalahan. Dengan segala kerendahan hati, saran dan kritik yang membangun
sangat kami harapkan. Semoga makalah yang dibuat bisa memberikan suatu manfaat
bagi kami dan para pembaca serta dapat dijadikan referensi untuk penulisan
makalah di waktu yang akan datang.
Yogyakarta, 06 Desember 2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.....................................................................................
i
DAFTAR
ISI...................................................................................................
ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah ............................................................................... 2
C. Tujuan ................................................................................................. 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pendidikan
Islam Zaman Orde Lama .................................................. 3
B. Kebijakan
Pemerintah Republik Indonesia Dalam Bidang Pendidikan Islam 10
C.
Pengembangan dan Pembinaan
Madrasah Zaman Orde Lama............
14
BAB
III PENUTUP
Kesimpulan
................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara
tentang pendidikan Islam di Indonesia, sangatlah erat hubunganya dengan
kedatangan Islam itu sendiri ke Indonesia. Dalam konteks ini Mahmud Yunus
mengatakan, bahwa sejarah pendidikan Islam sama tuanya dengan masuknya Islam ke
Indonesia.[1] Hal
ini disebabkan karena pemeluk agama baru tersebut sudah barang tentu ingin mempelajari
dan mengetahui lebih mendalam tentang ajaran-ajaran Islam. Ingin pandai shalat,
berdoa, dan membaca Al Quran yang menyebabkan timbulnya proses belajar,
meskipun dalam pengertian yang amat sederhana. Dari sinilah mulai timbul timbul
pendidikan Islam, di mana pada mulanya mereka belajar di rumah-rumah.
Langgar/surau, masjid dan kemudian berkembang menjadi podok pesantren. Setelah
itu baru timbul sistem madrasah yang tertatur sebagaimana yang dikenal saat
ini.[2]
Secara garis
besar fase-fase sejarah pendidikan Islam di Indonesia antara lain:
1. Periode
masuknya Islam ke Indonesia
2. Periode
pengembangan melalui adaptasi
3. Periode
pengembangan Kerajaan-kerajaan Islam
4. Periode
penjajahan Belanda
5. Periode
penjajahan Jepang
6. Periode
Kemerdekaan I (Orde Lama)
7. Periode
Kemerdekaan II (Orde Baru/Pembangunan).
Berdasarkan
periodisasi di atas, maka penulis akan membahas tentang Pendidikan Islam Pada
Masa Orde Lama yang berlangsung dari tahun 1945-1965.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian di atas, maka rumusan masalah yang dikemukakan dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana
Pendidikan Islam Zaman Orde Lama?
2. Apa
saja kebijakan pemerintah Republik Indonesia dalam bidang pendidikan Islam?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan
penulisan makalah antara lain:
1. Untuk mengetahui Pendidikan Islan
Zaman Orde Lama.
2. Untuk mengetahui kebijakan
pemerintah Republik Indonesia dalam bidang pendidikan Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pendidikan
Islam Zaman Orde Lama
Setelah Indonesia merdeka,
penyelenggaraan pendidikan agama mendapat perhatian serius dari pemerintah,
baik di sekolah negeri maupun swasta. Usaha untuk itu dimulai dengan memberikan
bantuan terhadap lembaga tersebut sebagaimana yang dianjurkan oleh Badan
Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) pada tanggal 27 Desember 1945, yang menyebutkan
bahwa:
Madrasah
dan pesantren yang pada hakikatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan
pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia
umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan
dan bantuan material dari pemerintah.
Kenyataan tersebut timbul karena
kesadaran umat Islam yang dalam setelah sekian lama terpuruk di bawah kekuasaan
penjajah. Pada zaman penjajahan Belanda, pintu masuk pendidikan modern bagi
umat Islam sangat sempit. Dalam hal ini, minimal ada dua hal yang menjadi
penyebabnya:
1. Sikap
dan kebijaksanaan pemerintah kolonial yang sangat diskriminatif terhadap kaum
muslimin.
2. Politik
nonkooperatif para ulama terhadap Belanda yang menfatwakan bahwa ikut
serta dalam budaya Belanda, termasuk pendidikan modernnya, adalah suatu bentuk
penyelewengan agama. Mereka berpegang teguh pada salah satu hadist Nabi
Muhammad SAW. Yang artinya “Barang siapa menyerupai suatu golongan maka ia
termasuk ke dalam gologan itu.” Hadits inilah yang melandasi ulama pada
saat itu.
Itulah beberapa faktor yang menyebabkan
mengapa kaum muslimin Indonesia tercecer dalam segi intelektualitas
dibandingkan dengan golongan lain. Akan tetapi, keadaan berubah secara radikal
setelah tercapainya kemerdekaan Indonesia, sebab kemerdekaan membuahkan sesuatu
yang besar manfaatnya bagi kaum muslimin, terutama di bidang pendidikan modern.
Pada
tanggal 3 Januari 1946 dibentuk Departemen Agama, dimana tugasnya mengurusi
penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah umum dan mengurusi sekolah agama
seperti pondok pesantren dan madrasah. Telah ada Panitia Penyelidik Pengajaran
Republik Indonesia yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantara, panitia ini merekomendasikan
mengenai sekolah-sekolah agama, dalam laporannya tanggal 2 Juni 1946 yanng
berbunyi: “bahwa pengajaran yang bersifat pondok pesantren dan madrasah perlu
dipertinggi dan dimodernisasikan serta diberikan bantuan biaya dan lain-lain”
(Hanun Asrohah. 1999: 177).
Selanjutnya
eksistensi pendidikan agama sebagai komponen pendidikan nasional dituangkan
dalam Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran No. 4 Tahun 1950, yang
sampai sekarang masih berlaku, dimana dinyatakan bahwa belajar di sekolah-sekolah
agama yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Agama dianggap telah memenuhi
kewajiban belajar.
Langkah
demi langkah pada akhirnya pendidikan Islam semakin terintegrasikan secara
total dalam pendidikan nasional. Pentingnya pendidikan agama yang telah
terintegralkan dengan pendidikan nasional akhirnya mendapat kekuatan hukum
dalam Rumusan Komisi Pembaharuan Pendidikan Nasional yang berbunyi: “bahwa
pendidikan nasional ialah usaha dasar untuk membangun manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan
mengusahakan perkembangan kehidupan beragama, kehidupan yang berkepercayaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, nilai budaya, pengetahuan, ketrampilan, daya
estetik, dan jasmaninya sehingga ia dapat mengembangkan dirinya bersama-sama
dengan sesama manusia membangun masyarakatnya, serta membudayakan alam sekitar”
(Hanun Asrohah. 1999: 178). Dikukuhkan dalam GBHN berdasarkan TAP MPR No.
II/1983.
Sementara itu, mengenai organisasi Islam
dan kegiatannya di bidang pendidikan, tidak terlepas dari bentuk, sistem, dan
cita-cita bangsa Indonesia yang baru merdeka. Kemerdekaan Indonesia merupakan
hasil perjuangan yang berkepanjangan, terutama melalui berbagai organisasi
pergerakan baik sosial, agama, maupun politik. Oleh karenanya, wujud
kemerdekaan adalah cermin cita-cita perjuangan bersama dari bangsa Indonesia.
Dengan demikian, bentuk sistem dan tata cara pemerintahan disusun atas adasar
cita-cita dan kehendak bangsa Indonesia.
Dasar negara yang telah disepakati
bersama saat mendirikan negara adalah Pancasila, yang tertuang dalam Pembukaan
UUD 1945 dan merupakan kesatuan yang tak terpisahkan dengan batang tubuh UUD
1945. Pancasila dan UUD 1945 inilah yang kemudian dijadikan titik tolak
pengeloaan negara dalam membangun bangsa Indonesia.
Sesuai dengan sila pertama dari
Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, kehidupan beragama di Indonesia
secara konstitusional dijamin keberadaannya seperti termaktub pada pasal 29 UUD
1945, yaitu:
1. Negara
berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaan itu.[3]
Sebagai
jaminan konstitusional ini diperlukan suatu konsekuensi bahwa pemerintah tidak
hanya menjamin kebebasan tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan
beribadah menurut kepercayaannya melainkan juga sekaligus menjamin, melindungi,
membina, mengembangkan serta memberi bimbingan dan pengarahan agar kehidupan
beragama lebih berkembang, bergairah dan semarak serasi dengan kebijaksanaan
pemerintah dalam membina kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan
Pancasila.[4]
Meskipun
Indonesia baru saja merdeka dan sedang menghadapi revolusi fisik, namun
pemerintah sudah berbenah diri, terutama masalah pendidikan yang dianggap cukup
vital dan menentukan. Untuk itu, dibentuklah Kementerian Pendidikan Pengajaran
dan Kebudayaan (PP dan K). Dengan dibentuknya Kementerian PP dan K tersebut
maka diadakanlah berbagai usaha, terutama mengubah sistem pendidikan dan
menyesuaikannya dengan keadaan yang baru.
Menteri
Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K)—Ki Hajar Dewantara mengeluarkan
Instruksi Umum yang isinya memerintahkan kepada semua kepala sekolah dan guru,
untuk:
1. Mengibarkan
Sang Merah Putih setiap hari di halaman sekolah.
2. Menyanyikan
lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
3. Menghentikan
pengibaran bendera Jepang, serta menghapuskan nyanyian Kimigayo lagu kebangsaan
Jepang.
4. Menghapuskan
pelajaran Bahasa Jepang, serta segala upacara yang berasal dari pemerintah bala
tentara Jepang.
5. Memberi
semangat kebangsaan kepada semua murid-muridnya.
Seirama
dengan perjalanan sejarah bangsa Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia hingga sekarang, maka sejarah kebijakan Pendidikan di Indonesia
termasuk di dalamnya Pendidikan Islam tidak lepas dari kurun waktu tertentu
yang ditandai oleh peristiwa-peristiwa penting dan tonggak sejarah sebagai
pengingat. Oleh karena itulah perjalanan sejarah Pendidikan Islam dengan masa
Orde Lama (Orla), akan berbeda dengan tahun 1965 sampai sekarang yang lebih
dikenal dengan nama Orde Baru (Orba).
Setelah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, terjadi perubahan di berbagai aspek, tidak
hanya terjadi dalam bidang pemerintahan, tetapi juga dalam pendidikan.
Perubahan yang terjadi dalam bidang pendidikan merupakan perubahan yang
bersifat mendasar, yaitu perubahan menyangkut penyesuaian kebijakan pendidikan
dengan dasar dan cita-cita bangsa Indonesia yang merdeka.
Untuk
mengadakan penyesuaian cita-cita tersebut, maka bidang pendidikan mengalami
perubahan, terutama dalam landasan idiil, tujuan pendidikan, sistem
persekolahan dan kesempatan belajar yang diberikan kepada rakyat Indonesia.
Tindakan
pertama yang dilakukan oleh pemerintah ialah menyesuaikan pendidikan dengan
tuntutan dan aspirasi rakyat, sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945 pasal
31 yang berbunyi:
1. Tiap-tiap
warga negara berhak mendapat pengajaran.
2. Pemerintah
mengusahakan suatu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang.
Oleh
sebab itu, tidak dikenal lagi pembatasan pembinaan pendidikan yang disebabkan
perbedaan agama, sosial, ekonomi dan golongan. Dengan demikian, setiap anak
Indonesia dapat memilih tempat belajar sesuai dengan kemampuan, bakat dan
minatnya.[5]
Pada
masa Orde Lama (Orla) ini, berbagai peristiwa dialami oleh bangsa Indonesia
dalam bidang pendidikan, yakni:
1. Dari
tahun 1945-1950 landasan idiil pendidikan adalah UUD 1945 dan falsafah
Pancasila.
2. Pada
permulaan tahun 1949 dengan terbentuknya Negara Republik Indonesia Serikat
(RIS), di negara bagian timur dianut suatu sistem pendidikan yang diwarisi dari
zaman pemerintahan Belanda.
3. Pada
tanggal 17 agustus 1950, dengan terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik
Indonesia, landasan idiil pendidikan UUDS RI.
4. Pada
tahun 1959 Presiden mendekritkan R.I. kembali ke UUD 1945 dan menetapkan
Manifesto Politik R.I. menjadi Haluan Negara. Di bidang pendidikan ditetapkan Sapta
Usaha Tama dan Panca Wardhana.
5. Pada
tahun 1965 , sesudah peristiwa G 30S/PKI kita kembali lagi melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Untuk
mengelola pendidikan agama yang diberikan di sekolah-sekolah umum tersebut maka
pada bulan Desember 1946 dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara
Menteri PP dan K dengan Menteri Agama yang mengatur pelaksanann pendidikan
agama pada sekolah-sekolah umum (negeri dan swasta), yang berada di bawah
kementerian PP dan K.
Maka
sejak itulah terjadi semacam dualisme pendidikan di Indonesia, yaitu Pendidikan
Agama dan Pendidikan Umum. Di satu pihak, Departemen Agama mengelola semua
jenis pendidikan agama, baik di sekoah-sekolah agama maupun di sekolah-sekolah
umum. Dan di pihak lain Departemen Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan
mengelola pendidikan pada umumnya dan mendapatkan kepercayaan untuk
melaksanakan sistem Pendidikan Nasional. Keadaan seperti ini sempat
dipertentangkan oleh pihak tertentu yang tidak senang adanya pendidikan agama
terutama golongan komunis, sehingga ada kesan seakan-akan pendidikan agama
khususnya Islam terpisah dari pendidikan.
Selanjutnya
Pendidikan Agama ini diatur secara khusus dalam UU Nomor 4 tahun 1950 pada Bab
XII pasal 20, yaitu:
1. Dalam
sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orangtua murid menetapka
apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.
2. Cara
penyelenggaraan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam
peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan,
bersama-sama dengan Menteri Agama.
Sementara
itu, pada Peraturan Bersama Menteri PP dan K dan Menteri Agama Nomor 1432/Kab. Tanggal 20 Januari 1951
(Pendidikan), Nomor KI/652 tanggal 20 Januari 1951 (Agama), diatur tentang
Peraturan Pendidikan Agama di sekolah-sekolah, yaitu:
Pasal 1 : Di tiap-tiap sekolah rendah dan sekolah
lanjutan (umum dan kejuruan) diberi pendidikan agama.
Pasal 2 :
1. Di
sekolah-sekolah rendah pendidikan dimulai pada kelas 4: banyaknya 2 jam dalam
satu minggu.
2. Di
lingkungan yang istimewa, pendidikaan agama dapat dimulai pada kelas 1, dan
jamnya dapat ditambah menurut kebutuhan. Tetapi tidak melebihi 4 jam seminggu,
dengan ketentuan bahwa mutu pengetahuan umum bagi sekolah-sekolah rendah itu
tidak boleh dikurangi dibandingkan dengan sekolah-sekolah rendah di lain-lain
lingkungan.
3. Di
sekolah-sekolah lanjutan tingkat pertama dan tingkat atas, baik sekolah-sekolah
umum maupun sekolah-sekolah kejuruan, diberi pendidikan agama 2 jam dalam tiap
minggu.
Pasal 3 :
1. Pendidikan
agama diberikan menurut agama murid masing-masing.
2. Pendidikan
agama baru diberikan pada suatu kelas yang mempunyai murid sekurang-kurangnya
10 orang, yang menganut suatu macam agama.
3. Murid
dalam suatu kelas yang memeluk agama lain dari agama yang sedang diajarkan pada
suatu waktu, boleh meninggalkan kelasnya selama pelajaran itu.
Dalam
bidang kurikulum pendidikan agama diusahakan penyempurnaan-penyempurnaan. Untuk
itu, dibentuk suatu kepanitiaan yang dipimpin oleh K.H. Iman Zarkasyi dari
Pondok Gontor Ponorogo. Kurikulum tersebut disahkan oleh Menteri Agama pada
tahun 1952.
Pada
bulan Desember 1960 saat sidang MPRS, diputuskan sebagai berikut: Melaksanakan
Manipol Usdek di bidang Mental/Agama/Kebudayaan dengan syarat spiritual dan
material agar setiap warga negara dapat mengembangkan kepribadiannya dan
kebangsaan Indonesia, serta menolak pengaruh-pengaruh buruk kebudayaan asing
(Bab II pasal 2 ayat 1). Dalam ayat 3 dari pasal tersebut dinyatakan bahwa
pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah umum, mulai Sekolah
Rendah (Dasar sampai Universitas), dengan pengertian bahwa murid berhak tidak
ikut serta dalam pendidikan agama jika wali murid atau murid dewasa menyatakan keberatannya.
Begitulah
keadaan pendidikan silam dengan segala kebijaksanaan pemerintah zaman Orde
Lama. Pada akhir Orde Lama tahun 1965 lahir semacam kesadaran baru bagi umat
Islam, dengan timbulnya minat yang mendalam terhadap masalah-masalah pendidikan.
Dalam hubungan ini Kementerian Agama telah mencanangkan rencana-rencana program
pendidikan yang akan dilaksanakan dengan menunjukkan jenis-jenis pendidikan
serta pengajaran Islam sebagai berikut:
1. Pesantren
Indonesia klasik, semacam sekolah swasta keagamaan yang menyediakan asrama,
yang sejauh mungkin memberikan pendidikan yang bersifat pribadi, sebelumnya
hanya terbatas pada pengajaran keagamaan serta pelaksanaan ibadah. Guru maupun
para muridnya merupakan suatu masyarakat yang hidup serta bekerja sama, mengerjakan
tanah milik pesantren untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
2. Madrasah
Diniyah, yaitu sekolah yang memberikan pengajaran tambahan bagi murid sekolah
negeri yang berusia 7 sampai 20 tahun. Pelajaran berlangsung pada sore hari di
dalam kelas, kira-kira 10 jam seminggu. Untuk Sekolah Dasar dan Sekolah
Menengah (4 tahun pada Sekolah Menengah). Setelah menyelesaikan pendidikan
menengah negeri, murid-murid ini dapat diterima pada pendidikan agama tingkat
akademi.
3. Madrasah-madrasah
swasta, yaitu pesantren yang dikelola secara modern, yang bersamaan dengan
pengajaran agama juga diberikan pelajaran umum. Biasanya tujuannya adalah
menyediakan 60%-65% dari jadwal waktu untuk mata pelajaran umum, dan 35%-40%
untuk mata pelajaran agama.
4. Madrasah
Ibtidaiyah Negeri (MIN), yaitu Sekolah Dasar Negeri enam tahun, di mana perbandingan
umum kira-kira 1:2. Pendidikan selanjutnya dapat diikuti pada MTsN, atau
(sekolah tambahan tahun ketujuh) murid-murid dapat mengikuti pendidikan
keterampilan, misalnya pendidikan Guru Agama untuk Sekolah Dasar Negeri,
setelahnya dapat diikuti latihan lanjutan dua tahun untuk menyelesaikan Kursus
Guru Agama untuk Sekolah Menengah.
5. Suatu
percobaan baru telah ditambahkan pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 6 tahun,
dengan menambahkan kursus selama dua tahun, yang memberikan latihan
keterampilan sederhana. MIN 8 tahun ini merupakan pendidikan lengkap bagi para
murid yang biasanya akan kembali ke kampungnya masing-masing.
6. Pendidikan
Teologi tertinggi, pada tingkat Universitas diberikan sejak tahun 1965 pada
IAIN. IAIN ini dimulai dengan dua bagian atau dua Fakultas di Yogyakarta dan
dua Fakultas di Jakarta.[6]
B.
Kebijakan
Pemerintah Republik Indonesia Dalam Bidang Pendidikan Islam
Pada tanggal 17 Agustus 1945
Indonesia Merdeka. Tetapi musuh-musuh Indonesia tidak diam, bahkan berusaha
untuk menjajah kembali. Pada bulan Oktober 1945 para ulama di Jawa
memproklamasikan perang jihad fi sabilillah terhadap Belanda/Sekutu. Hal ini
berarti memberi fatwa kepastian hukum terhadap perjuangan umat Islam. Pahlawan
perang berarti pahlawan jihad yang berkategori sebagai syuhada perang. Isi
fatwa tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kemerdekaan Indonesia wajib
dipertahankan.
2. Pemerintah RI adalah satu-satunya
yang sah yang wajib dibela dan diselamatkan.
3. Musuh-musuh RI (Belanda/Sekutu),
pasti akan menjajah kembali bangsa Indonesia. Karena itu kita wajib mengangkat
senjata menghadapi mereka.
4. Kewajiban-kewajiban tersebut di atas
adalah fi sabilillah.
Ditinjau dari segi pendidikan
rakyat, maka fatwa ulama tersebut besar sekali artinya. Fatwa tersebut
memberikan faedah sebagai berikut:
1. Para Ulama santri-santri dapat
mempraktikkan ajaran jihad fi sabilillah yang sudah dikaji bertahun-tahun dalam
pengajian kitab suci fikih di pondok atau madrasah.
2. Petanggungjawaban mempertahankan
kemerdekaan tanah air itu menjadi sempurna terhadap sesama manusia dan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
Pada
bulan Desember 1946 dikeluarkan peraturan bersama dua menteri yang menetapkan
bahwa pendidikan agama diberikan mulai kelas IV SR (Sekolah Rakyat= Sekolah
Dasar) sampai VI. Daerah-daerah di luar Jawa masih banyak yang memberikan
pendidikan agama mulai kelas I SR. Pemerintah membentuk Majelis Pertimbangan
Pengajaran Agama Islam pada tahun 1947 yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantoro
dari Departeme P&K dan Prof. Drs. Abdullah Sigit dari Departemen Agama.
Tugasnya mengatur pelaksanann dan materi pengajaran agama yang diberikan di
sekolah umum.
Pada
tahun 1950 ketika kedaulatan Indonesia telah pulih untuk seluruh Indonesia,
maka rencana pendidikan agama untuk seluruh wilayah Indonesia makin
disempurnakan dengan dibentuknya panitia bersama yang dipimpin Prof. Mahmud
Yunus dari Departemen Agama dan Mr. Hadi dari Departemen P&K, hasil dari
panitia itu adalah SKB yang dikeluarkan pada bulan Januari 1951. Isi ialah:
1. Pendidikan
agama yang diberikan mulai kelas IV Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar).
2. Di
daerah-daerah yang masyarakat agamanya kuat (misalnya, di Sematera, Kalimantan,
dan lain-lain), maka pendidikan agama diberikan mulai kelas I SR dengan catatan
bahwa pengetahuan umumnya tidak boleh berkurang dibandingkan dengan sekolah
lain yang pendidikan agamanya diberikan mulai kelas IV.
3. Di
sekolah Lanjutan Pertama dan Tingkat Atas (umum dan kejuruan) diberikan
pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu.
4. Pendidikan
agama diberikan pada murid-murid sedikitnya 10 orang dalam satu kelas dan
mendapat izin dari orangtua/wali.
5. Pengangkatan
guru agama, biaya pendidikan agama, dan menteri pendidikan agama ditanggug oleh
Departemen Agama.
Dalam
bidang kurikulum pendidikan agama diusahakan penyempurnaan-penyempurnaan. Untuk
itu, dibentuk suatu kepanitiaan yang dipimpin oleh K.H. Iman Zarkasyi dari Pondok
Gontor Ponorogo. Kurikulum tersebut disahkan oleh Menteri Agama pada tahun
1952.
Pada
bulan Desember 1960 saat sidang MPRS, diputuskan sebagai berikut: Melaksanakan
Manipol Usdek di bidang Mental/Agama/Kebudayaan dengan syarat spiritual dan
material agar setiap warga negara dapat mengembangkan kepribadiannya dan
kebangsaan Indonesia, serta menolak pengaruh-pengaruh buruk kebudayaan asing
(Bab II pasal 2 ayat 1). Dalam ayat 3 dari pasal tersebut dinyatakan bahwa
pendidikan agama menjadi mata peljaran di sekolah-sekolah umum, mulai Sekolah
Rendah (Dasar sampai Universitas), dengan pengertian bahwa murid berhak tidak
ikut serta dalam pendidikan agama jika wali murid atau murid dewasa menyatakan
keberatannya.
Pada tahun 1966 MPRS bersidang lagi.
Pada waktu itu sedang dilakukan upaya membersihkan sisa-sisa G. 30 S/PKI. Dalam
keputusannya, bidang pendidikan agama telah mengalami kemajuannya dengan
menghilangkan kalimat terakhir dari keputusan yang terdahulu. Dengan demikian,
maka sejak 1966 pendidikan agama menjadi hak wajib dari Sekolah Dasar sampai
Perguruan Tinggi Umum Negeri di seluruh Indonesia.
Kehidupan sosial, agama dan politik
di Indonesia sejak tahun 1966 mengalami perubahan yang sangat besar. Periode
ini disebut Zaman Orde Baru dan zaman munculnya angkatan baru yang disebut
Angkatan ’66. Pemerintah Orde Baru bertekad sepenuhnya untuk kembali kepada
Undang-Undang Dasar 1945 dan melaksanakannya secara murni. Pemerintah dan
rakyat berusaha membangun manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia
seluruhnya, yakni membangun bidang rohani dan jasmani untuk kehidupan yang baik
di dunia dan di akhirat sekaligus (simultan). Oleh karena itu, Orde Baru
disebut juga sebagai Orde Konstitusional dan Orde Pembangunan.
Dalam sidang-sidang MPR yang
menyusun GBHN pada tahun 1973-1978 dan 1983 selalu ditegaskan bahwa pendidikan
agama menjadi mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah negeri dalam semua
tingkat (jenjang) pendidikan. Dalam GBHN itu dirumuskan sebagai berikut:
Bahwa
bangsa dan pemerintah Indonesia bercita-cita menuju kepada apa yang terkandung
dalam Pembukaan UUD 1945. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini berarti adanya keserasian,
keseimbangan, dan kelarasan antara pembangunan bidang jasmani dan rohani, antara
bidang material dan spiritual, antara bekal keduniaan dan ingin berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan sesama manusia dan dengan lingkungan
hidupnya secara seimbang. Pembangunan seperti tersebut menjadi pangkal tolak
pembangunan bidang agama.[7]
Adapun sasaran pembangunan jangka
panjang di bidang agama ialah terbinanya iman bangsa Indonesia kepada Tuhan
Yang Maha Esa, dalam kehidupannya yang selaras, seimbang, dan serasi antara
lahiriah dan rohaniah, mempunyai jiwa yang dinamis dan semangat gotong royong
seingga bangsa Indonesia sanggup meneruskan perjuangan untuk mencapai cita-cita
dan tujuan nasional.
Dalam pola umum Pelita IV, bidang
agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dinyatakan antara lain
sebagai berikut:
Kehidupan
keagamaan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa makin dikembangkan.
Dengan semakin meningkatnya dan meluasnya pembangunan, maka kehidupan keagamaan
dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus semakin diamalkan, baik
dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial kemasyarakaan. Di usahakan
supaya terus bertambah sarana-sarana yang diperlukan bagi pengembangan
kehidupan keagamaan dan kehidupan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
termasuk Pendidikan Agama yang dimasukkan ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah,
mulai dari sekolah Dasar sampai dengan Universitas-universitas negeri.
Kesimpulannya adalah bahwa ditinjau
dari segi falsafah negara Pancasila, dari konstitusi UUD 1945, dan dari
keputusan-keputusan MPR tentang GBHN, maka kehidupan beragama dan pendidikan
agama di Indonesia sejak proklamasi tahun 1945 sampai Pelita IV tahun 1983
semakin mantap.
Teknik pelaksanaan pendidikan agama
di sekolah-sekolah umum mengalami perubahan-perubahan tertentu sehubungan
dengan berkembangnya cabang ilmu pengetahuan dan perubahan sistem proses
belajar dan mengajar. Misalnya tentang materi pendidikan agama diadakan
pengintegrasian dan pengelompokan yang lebih terpadu dan diadakan pengurangan
alokasi waktu.
C.
Pengembangan
dan Pembinaan Madrasah Zaman Orde Lama
Mempelajari perkembangan madrasah tentunya berkaiatan
erat dengan peran Departemen Agama sebagai andalan politis yang dapat
mengangkat posisi madrasah sehingga memperoleh perhatian secara terus-menerus
dari kalangan pengambil kebijakan. Tentunya, tidak juga melupakan usaha-usaha
keras yang sudah dirintis oleh sejumlah tokoh seperti Ahmad Dahlan, Hasyim
Asy’ari dan Mahmud Yunus. Dalam hal ini, Departemen Agama secara lebih tajam
mengembangkan program-program perluasan dan peningkatan mutu madrasah
Madarasah sebagai penyelenggara pendidikan di akui secara
formal pada tahun 1950.UU No.4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan
pengajaran di sekolah pasal 10 menyatakan bahwa “belajar di sekolah agama telah
mendapat pengakuan dari Departemen agama dan sudah di anggap memenuhi kewajiban
belajar”. Untuk mendapat pengakuan dari departemen agama,madarasah harus
memberikan mata pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok paling tidak 6 jam
dalam seminggu.
Jenjang pendidikan dalam system madarasah terdiri dari 3
jenjang yaitu yang pertama Madarasah ibtidaiyah yang di
setarakan dengan sekolah dasar (SD) dengan lama pendidikan 6 tahun,yang
ke dua Madarasah Tsanawiyah pertama (MTs) yang setara dengan Sekolah Menengah
Pertama(SMP) dengan lama 4 tahun. Dan ke tiga Madarasah Tsanawiyah Atas atau
Madarasah Aliyah (MA) yang setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan
lama 4 tahun. Rumusan kurikulum seperti itu bertujuan untuk merespon pendapat
umum yang menyatakan bahwa madarasah tidak hanya mengajarkan agama dan untuk
menjawab kesan tidak baik yang melekat pada madarasah yaitu pelajaran umum
tidak akan mencapai tingkat yang sama bila di bandingkan dengan pendidikan umum
Perkembangan madarasah pada Orde Lama adalah berdirinya
madarasah Pendidikan Guru Agama (PGA) yang sudah ada sebelum kemerdekaan
terutama di wilayah Minangkabau dan Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN).
Tujuannya untuk mencetak tenaga-tenaga proposional yang siap untuk
mengembangkan pendidikan madrasah sekaligus ahli agama yang proposional
Sejarah perkembangan PGA dan PHIN bermula dari program
Departemen Agama yang di tangani oleh Drs.Abdullah Sigit sebagai penanggung
jawab bagian pendidikan.Pada tahun 1950 bagian tersebut membuka dua lembaga pendidikan
dan madrasah professional keguruan:(1) Sekolah Guru Agama Islam(SGAI) dan
sekolah Guru Hakim Agama Islam (SGHAI). SGAI memiliki dua jenjang
yaitu:(a).jangka panjang yang di tempuh salama 5 tahun untuk siswa tamatan
SR/MI dan (b).jenjang jangka pendek yang di tempuh selama 2 tahun untuk lulusan
SMP/MTs. Sedangkan SGHAI di tempuh selama 4 tahun untuk lulusan SMP/MTs
yang memiliki 4 bagian yaitu:
1. Bagian “a” untuk mencetak guru kesustraan
2. Bagian “b” untuk mencetak guru Ilmu Alam/Ilmu
Pasti
3. Bagian “c” untuk mencetak guru agama
4. Bagian “d” untuk mencetak guru pendidikan
agama
Pada tahun 1951 sesuai dengan Ketetapan Menteri Agama 15
Pebruari 1951, ke dua madrasah tersebut di ubah namanya SGAI menjadi “PGA
(Pendidikan Guru Agama)” dan SGHAI menjadi SGHA (Sekolah Guru Hakim Agama).
Pada masa H.M. Arifin Tam yang menjadi kepala “Jawatan
Pendidikan Agama” adalah badan pengembanagan dari bagian pendidikan di
Departemen Agama. Ketentuan-ketentuan tentang PGA dan SGHA di ubah.PGA yang 5
tahun menjadi 6 tahun,terdiri dari PGA pertama 4 tahun dan PGA atas 2 tahun.
Sedangkan PGA jangka pendek dan SGHA di hapuskan. Sebagai pengganti SGHA bagian
“d”didirikan PHIN (Pendidikan Hakim Islam Negeri) dengan lama 3 tahun untuk PGA
pertama.
Sedangkan Perguruan tinggi Islam khusus fakultas-fakultas
mulai mendapat perhatian pada tanggal 1950. Pada tanggal 12 Agustus 1950,
fakultas agama UII di pisahkan dan di ambil alih oleh pemerintah. Pada tanggal
26 September 1951 secara resmi di buka perguruan tinggi baru dengan nama PTAIN
(perguruan Tinggi Agama Islam Negeri) di bawah pengawasan Kementrian Agama.
Pada tahun 1957 ,di Jakarta di dirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA). Akademi
ini bertujuan sebagai sekolah latihan bagi para pejabat yang berdinas di
pemerintahan (Kementrian Agama) dan untuk pengajaran agama di sekolah. Pada
tahun 1960 PTAIN dan ADIA disatukan menjadi IAIN.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Khusus untuk mengelola
pedidikan agama yang diberikan ke sekolah-sekolah umum, maka pada bulan Desember 1946, dikeluarkanlah
Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri PP dan K dengan Menteri Agama,
yang mengatur pelaksanaan Pendidikan Agama pada sekolah-sekolah umum (negeri
dan swasta), yang berada di bawah kementrian PP dan K. Selanjutnya
Pendidikan Agama ini diatur secara khusus dalam UU Nomor 4 Tahun 1950 pada Bab XII pasal 20. Sementara itu pada Peraturan Bersama Mentri PP dan K dan
Mentri Agama Nomor: 1432/kab.tanggal 20 Januari 1951 (Pendidikan), Nomor K
1/652 Tanggal 20 januari 1951(Agama) diatur tentang Peraturan Pendidikan Agama
di sekolah-sekolah
Madarasah sebagai penyelenggara pendidikan di akui secara
formal pada tahun 1950.UU No.4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan
pengajaran di sekolah pasal 10 menyatakan bahwa “belajar di sekolah agama telah
mendapat pengakuan dari Departemen agama dan sudah di anggap memenuhi kewajiban
belajar”. Untuk mendapat pengakuan dari departemen agama,madarasah harus
memberikan mata pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok paling tidak 6 jam
dalam seminggu.
DAFTAR PUSTAKA
Mustafa, I.A. & Aly. Abdullah. 1998. SEJARAH
PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA. Bandung: CV Pustaka Setia
Proyek Pembinaan Kerukunan hidup
Beragama Depag RI. Pedoman Dasar Kerukunan Hidup Beragama. (Jakarta, 1983/1984).
Zulhandra, 2013. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Yunus, Mahmud.
1985. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta: Hidakarya.
[1] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan
Islam di Indonesia (Jakarta: Hidakarya,
1985), hal. 6.
[3] Ibid, hal. 89.
[4] Proyek Pembinaan Kerukunan hidup
Beragama Depag RI. Pedoman Dasar Kerukunan Hidup Beragama. (Jakarta,
1983/1984), hal. 4.
[5] Drs I. A. Mustafa & Drs. Abdullah
Aly, SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA (Bandung: CV Pustaka Setia,
1998), hal. 131.
[6]
Ibid, hal. 135
[7] Buku Bahan Penataran P.4.
Langganan:
Postingan (Atom)
-
MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM PENGERTIAN, RUANG LINGKUP DAN KEGUNAAN FILSAFAT PENDIDIDKAN ISLAM Dosen Pengampu: Widi Astuti, S.P...
-
MAKALAH SOSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM PENDIDIKAN ISLAM TERPADU DI INDONESIA “SMP IT MASJID SYUHADA.” Dosen Pengampu: Muhamad Sahidin, S....
-
MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM PERADABAN ISLAM MASA NABI MUHAMMAD SAW (610-632 M) Dosen Pengampu: Alam Budi Kusuma, S.Pd...