MAKALAH FILSAFAT ILMU
DASAR-DASAR PENDIDIKAN
Dosen Pengampu: Mega Primaningtyas, S. Pd. I., M. Pd.I.
Disusun Oleh:
Sri Sayekti 15812553
PROGRAM STUDI: PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI MASJID SYUHADA
YOGYAKARTA
2016
KATA
PENGANTAR
Puja dan
puji syukur selalu kami haturkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat limpahan
rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya, kami bisa menyelesaikan tugas
penyusunan Makalah Filsafat Ilmu dengan judul “Dasar-Dasar Pengetahuan.”
Kami selaku
penyusun makalah mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mega
Primaningtya, S. Pd. I., M. Pd. I., selaku dosen mata kuliah Filsafat
Ilmu yang telah memberikan kepercayaan untuk membuat makalah ini, orang tua
yang senantiasa berdoa untuk kelancaran tugas kami, serta pada teman-teman yang
telah memberikan motivasi dalam pembuatan makalah ini.
Tak ada
gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Dengan segala kerendahan hati, saran dan kritik yang membangun sangat
kami harapkan. Semoga makalah ini bisa memberikan suatu manfaat bagi kami dan
para pembaca serta dapat dijadikan referensi untuk penyusunan makalah di waktu
yang akan datang.
Yogyakarta,
26 Maret 2016
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR……………………………………………………….…… i
DAFTAR
ISI…………………………………………………………...………… ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang………………………….……………………....…...…… 1
1.2 Rumusan
Masalah ……………………………………………..…...……. 1
1.3 Tujuan
Penulisan ……………………………………………….....….….. 2
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Penalaran …………………………………………………………………
3
2.2 Logika …………………………………………………………..………..
5
2.3 Sumber Pengetahuan ……………………………………………………..
6
2.4 Kriteria Kebenaran ……………………………………………………….
8
BAB
III
3.1 Kesimpulan …………………………………………………….……….
11
DAFTAR
PUSTAKA ………………………………………………………….. 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang berpikir, merasa, mengindera: dan totalitas
pengetahuannya berasal dari ketiga sumber tersebut, disamping wahyu yang
merupakan komunikasai Sang Pencipta dengan makhluknya. Manusia memiliki sifat yang berbeda
dengan makhluk lain, yaitu sifat ingin tahu yang tinggi sehingga rasa ingin
tahu ini semakin hari semakin bertambah. Oleh sebab itu manusia dikatakan
sebagai makhluk yang mengembangkan pengetahuannya secara sungguh-sungguh.
Binatang juga memiliki pengetahuan, namun pengetahuannya hanya terbatas untuk
kelangsungan hidupnya. Sedangkan manusia mengembangkan pengetahuannya untuk
mengatasi kebutuhan hidupnya dan mengembangkan hal-hal baru. Hal ini
menunjukkan bahwa manusia dalam hidupnya tidak sekedar mengatasi kebutuhan
hidupnya namun memiliki tujuan tertentu yang lebih tinggi dari pada itu.
Pengetahuan merupakan segala sesuatu
yang diperoleh manusia melalui sebuah pengamatan. Saat seseorang mengamati
suatu hal dan dia memperoleh sesuatu dari pengamatannya, maka bisa disebut
orang tersebut memperoleh sebuah pengetahuan.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang dikemukakan dalam
makalah ini adalah:
a.
Jelaskan apa yang dimaksud penalaran?
b.
Jelaskan apa yang dimaksud logika?
c.
Jelaskan apa yang dimaksud sumber
pengetahuan?
d.
Jelaskan apa yang dimaksud kriteria
kebenaran?
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan penyusunan makalah yang bertema tentang Dasar-Dasar Pengetahuan ini
adalah:
a.
Mengetahui apa yang dimaksud Penalaran.
b.
Mengetahui apa yang dimaksud Logika.
c.
Mengetahui apa yang dimaksud Sumber Pengetahuan.
d.
Mengetahui apa yang dimaksud Kriteria kebenaran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penalaran
Pengetahuan dapat dikembangkan oleh
manusia disebabkan dua hal utama yakni, pertama, manusia mempunyai bahasa yang
mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi
informasi tersebut. Kedua, kemampuan manusia untuk berpikir menurut suatu alur
kerangka berpikir tertentu. Secara garis besar cara berpikir seperti itu
disebut penalaran.
Dua hal utama inilah yang memungkinkan
manusia mengembangkan pengetahuannya yakni bahasa yang bersifat komunikatif dan
pikiran yang mampu menalar. Tidak semua pengetahuan berasal dari proses
penalaran, sebab berpikirpun tidak semuanya berdasarkan penalaran.
Bagian-bagian dari penalaran yakni:
A.
Hakekat Penalaran
Penalaran merupakan suatu proses
berpikir dalam menarik sebuah kesimpulan yang berupa
pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang berpikir, merasa,
bersikap, dan bertindak. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan
dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan, meskipun seperti yang
dikatakan Pascal bahwa hati pun mempunyai logika tersendiri. Jadi penalaran
merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam
menemukan kebenaran (pengetahuan).
B.
Berpikir
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk
menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi setiap orang itu
berbeda-beda sehingga kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan
yang benar itu pun juga berbeda-beda. Oleh sebab itu, cara berpikir mempunyai
kriteria kebenaran yang digunakan sebagai landasan untuk menemukan kebenaran.
Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran di mana tiap-tiap jenis
penalaran mempunyai kriteria kebenarannya masing-masing. Penalaran sebagai
suatu kegiatan berpikir mempunyai ciri-ciri:
a.
Adanya suatu pola berpikir yang secara
luas bisa disebut logika. Artinya setiap penalaran merupakan proses berpikir
yang logis menurut pola tertentu yang tidak akan menimbulkan kekacauan karena
tidak konsistennya penggunaan pola berpikir.
b.
Bersifat analitik dari proses berpikir.
Penalaran merupakan kegiatan berpikir analitik yang menggunakan logika ilmiah
yang merupakan kegiatan berpikir berdasarkan langkah-lanhkah tertentu. Sifat
analitik ini merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola
berpikir tertentu. Akan tetapi, tidak semua kegiatan berpikir menggunakan
langkah-langkah tertentu dan bersifat logis dan analistis.
C.
Perasaan
Perasaan merupakan suatu penarikan
kesimpulan yang tidak berdasarkan penalaran. Contohnya intuisi yang merupakan
suatu kegiatan berpikir yang non analitik (tidak mendasarkan diri pada suatu
pola berpikir tertentu). Berpikir intuitif memegang peranan yang penting dalam
masyarakat yang berpikiran non analitik, yang kemudian sering bergalau dengan
perasaan.
D.
Wahyu
Wahyu diberikan Tuhan lewat
malaikat-malaikat dan nabi-nabinya ada yang percaya dan ada yang tidak. Dengan
wahyu kita mendapatkan keyakinan meskipun kegiatan berpikirnya tidak
menggunakan logika serta bersifat intuitif. Dalam hal ini, manusia bersifat
pasif sebagai penerima pemberitaan tersebut, yang kemudian dipercaya atau tidak
tergangantung dari keyakinan masing-masing.
Berdasarkan uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan dapat ditinjau dari sumber yang memberikan
pengetahuan tersebut. Panalaran, intuisi, dan wahyu adalah sumber pengetahuan.
Akan tetapi, penalaran merupakan cara berpikir dengan pola tertentu yang
disertai analisis. Sedangkan intuisi dan wahyu merupakan sumber pengetahuan
implisit yang tidak didasarkan pada pola berpikir tertentu, hanya berdasarkan
perasaan dan keyakinan.[1]
2.2 Logika
Logika diturunkan dari kata “logie”
bahasa Yunani, yang berhubungan dengan kata “logos”, yang berarti fikiran atau
perkataan sebagai pernyataan fikiran itu. Secara etimologi, logika adalah
bidang penyelidikan yang membahas fikiran, yang dinyatakan dalam bahasa.[2]
Menurut Anne, logika merupakan
pengkajian berpikir shahih. Logika merupakan pertimbangan akal pikiran supaya
berpikir secara lurus, tepat dan sistematis, yang kemudian dinyatakan lewat
bahasa lisan atau tulisan.
Secara luas dapat dikatakan bahwa logika adalah cabang filsafat yang
membicarakan prinsip-prinsip dan norma-norma penyimpulan yang sah.
Logika dibagi dalam dua cabang pokok, yakni logika deduktif dan logika
induktif.
A.
Logika Deduktif
Logika
deduktif merupakan penarikan kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi
khusus yang bersifat individual. Penarikan kesimpulan secara deduktif,
menggunakan pola berpikir
silogismus yang disusun oleh dua pernyataan dan satu kesimpulan. Dalam
silogisme dibedakan adanya dua premis, yaitu premis mayor dan premis minor
serta adanya kesimpulan yang merupakan pengetahuan yang didapat dari kedua
premis tersebut.
Contoh: Semua manusia bernafas (Premis Mayor)
Budi adalah seorang manusia (Premis
Minor)
Jadi Budi bernafas
(Kesimpulan)
Penarikan kesimpulan
di atas, merupakan penarikan yang sah menurut logika deduktif. Akan tetapi,
kesimpulan tidak selalu benar walaupun premisnya benar, sehingga penarikanya
tidak sah. Ketepatan kesimpulan tergantung tiga hal yakni kebenaran premis
mayor, kebenaran premis minor, dan keabsahan pengambilan kesimpulan. Apabila
ketiga syarat tersebut tidak terpenuhi, maka penarikan kesimpulan dapat dikatan
tidak sah. Ilmu yang disusun secara deduktif contohnya adalah matematika.
B.
Logika Induktif
Penarikan
kesimpulan dari pernyataan yang bersifat umum dari kasus yang bersifat
individual. Misalnya, kambing mempunyai mata, gajah mempunyai mata, singa
mempunyai mata dan hewan lain juga mempunyai mata. Dari fakta-fakta tersebut
dapat disimpulkan bahwa semua hewan mempunyai mata. Kesimpulan yang bersifat
umum ini mempunyai dua keuntungan yaitu, bersifat ekonomis dan dapat diproses
lebih lanjut dengan menggunakan pemikiran induktif dan deduktif.
Prinsip-prinsip dasar dalam logika
Aristoteles merumuskan tiga buah prinsip atau hukum dalam logika, yakni:
1.
Prinsip Identitas,
2.
Prinsip Kontradiksi, dan
3.
Prinsip Penyisihan jalan tengah.
2.3 Sumber Pengetahuan
Pengetahuan merupakan kegiatan akal yang mengolah hasil tangkapan yang tidak jelas
yang timbul dari indera kita, ingatan atau angan-angan kita.[3] Ada beberapa sumber untuk mendapatkan pengetahuan, antara
lain:
1.
Akal atau rasio
Aliran pemikiran yang menekankan pentingnya peran akal atau
ide disebut rasionalisme. Kaum rasionalis mempergunakan metode deduktif dalam
menyusun pengetahuannya. Kaum rasionalis yakin bahwa kebenaran dan kesesatan
terletak di dalam ide dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja. Jadi ide
kaum rasionalis bersifat apriori dan pengalaman didapatkan dari penalaran
rasional. Masalah yang timbul dari berpikir seperti ini adalah mengenai
kriteria untuk mengetahui kebenaran dari suatu ide yang menurut seseorang jelas
dan dapat dipercaya. Hal ini terjadi karena premis-premis yang hanya bersumber
pada penalaran rasional dan tidak memperdulikan pengalaman.
2.
Pengalaman
Aliran pemikiran yang menekankan pengalaman sebagai sumber
pengetahuan disebut empirisme. Kaum empiris berpendapat bahwa pengetahuan
manusia itu bukan didapat dari penalaran rasional yang abstrak namun lewat
pengalaman yang konkret. Masalah utama yang timbul dalam penyusunan pengetahuan
secara empiris adalah bahwa pengetahuan yang dikumpulkan itu cenderung untuk
menjadi suatu kumpulan fakta-fakta. Kumpulan mengenai fakta atau kaitannya antara
berbagai fakta, belum menjamin terwujudnya suatu sistem pengetahuan yang sistematis.
Pengalaman dalam empirisme yang dimaksud ialah pengalaman inderawi. Pengetahuan
inderawi ini bersifat parsial karena indera yang satu berbeda dengan indera
yang lainnya. Jadi pengetahuan inderawi berdasar pada perbedaan indera dan
terbatas pada sensibilitas indera tertentu.
3.
Intuisi
Intuisi merupakan pengetahuan yang didapat tanpa melalui
proses penalaran tertentu. Intuisi besifat personal dan tidak dapat diramalkan.
Pengetahuan intuitif dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis
selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakan.
Kegiatan intuitif dan analitik dapat bekerjasama dalam menemukan suatu
kebenaran.
4.
Wahyu
Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan
kepada manusia. Pengetahuan ini disalurkan lewat nabi-nabi yang diutus-Nya
sepanjang zaman. Agama merupakan pengetahuan bukan saja mengenai kehidupan
sekarang yang terjangkau pengalaman, namun juga mencakup masalah-masalah yang
bersifat transedental seperti latar belakang penciptaan manusia dan hari
kemudian di akhirat nanti. Singkatnya, agama dimulai dari rasa percaya, dan
lewat pengkajian selanjutnya kepercayaan itu meningkat atau menurun. Sedangkan
pengetahuan muncul dari rasa tidak percaya, dan setelah melalui proses
pengkajian ilmiah, bisa diyakinkan atau tetap pada pendirian semula.
2.4Kriteria
Kebenaran
1.
Pengertian Kebenaran
Kebenaran adalah persesuaian antara pengetahuan dan obyeknya.
Kebenaran menurut setiap individu relatif berbeda-beda, sehingga setiap jenis
pengetahuan mempunyai kriteria kebenaran yang tidak sama. Hal ini disebabkan
oleh watak pengetahuan yang berbeda.
2.
Jenis-jenis Kebenaran
Ada tiga jenis kebenaran, yakni:
a.
Kebenaran Epistimologis
Kebenaran epistimologis disebut juga kebenaran logis.
Kebenaran epistimologis merupakan kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan
manusia. Sebuah pengetahuan disebut benar dan kapan pengetahuan disebut benar
apabila apa yang terdapat dalam pikiran subjek sesuai dengan apa yang ada dalam
objek.
b.
Kebenaran Ontologis
Kebenaran ontologis berkaitan dengan sifat dasar atau kodrat
dari obyek. Kebenaran ontologis merupakan kebenaran sebagai sifat dasar yang
melekat pada hakikat segala sesuatu yang ada.
c.
Kebenaran Semantik
Kebenaran semantik merupakan kebenaran yang terdapat dan
melekat dalam tutur kata dan bahasa. Kebenaran ini berkaitan dengan pemakaian
bahasa. Bahasa merupakan ungkapan dari kebenaran.[4]
3.
Teori Kebenaran
Ada tiga macam teori kebenaran, yakni:
a.
Teori Koherensi
Menurut teori koherensi suatu pernyataan dianggap benar bila
pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan
sebelumnya yang dianggap benar. Matematika adalah bentuk pengetahuan yang
penyusunannya dilakukan pembuktian berdasarkan teori koheren.
b.
Teori Korespondensi
Berdasarkan teori korespondensi, pernyataan dianggap benar
jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi
(berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pertanyaan tersebut.
c.
Teori Pragmatis
Berdasarkan teori pragmatis, pernyataan dianggap benar diukur
dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan
praktis. Artinya, suatu parnyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau
konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan
manusia. Pragmatisme bukanlah suatu aliran filsafat yang mempunyai
doktrin-doktrin filsafati melainkan teori dalam penentuan kriteria kebenaran.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diperoleh
manusia melalui sebuah pengamatan. Saat seseorang mengamati suatu hal dan dia
memperoleh sesuatu dari pengamatannya, maka bisa disebut orang tersebut
memperoleh sebuah pengetahuan.
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk
menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi setiap orang itu
berbeda-beda sehingga kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan
yang benar itu pun juga berbeda-beda. Oleh sebab itu, cara berpikir mempunyai
kriteria kebenaran yang digunakan sebagai landasan untuk menemukan kebenaran.
DAFTAR PUSTAKA
Dardiri,
A. 1986. HUMANIORA, FILSAFAT, DAN LOGIKA. Jakarta: CV. Rajawali.
Kattsoff,
Louis O.. ELEMENT OF PHILOSOPHY, atau PENGANTAR FILSAFAT, Terj.
Soemargono, Soejono. Yogyakarta: TIARA WICAKSANA YOGYA. 1987.
Suriasumantri,
Jujun S.. 2010. FILSAFAT ILMU Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Hubbi, Kimia. 2015. Dasar-Dasar
Pengetahuan.
From:
Diakses 15 Maret 2016 jam 15.39 WIB
[1]
Jujun S.
Suriasumantri. 2010. FILSAFAT ILMU Sebuah Pengantar Populer, Cet. Ke22,
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan), hlm. 44.
[2]
Drs. H. A. Dardiri.
1986. HUMANIORA, FILSAFAT, DAN LOGIKA. (Jakarta: CV. Rajawali), hlm. 25.
[3] Louis O. Kattsoff. Pengantar Filsafat, hlm. 141.
[4]
Kimia Hubbi, Dasar-Dasar
Pengetahuan, http://kimiahubbi.blogspot.co.id/2015/03/dasar-dasar
pengetahuan.html?showComment=1458031142335#c324198700758210696,
diakses 15 Maret 2016, jam 15.39 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar